Sabtu, 24 Agustus 2013

Dirgahayu Indonesia 68th




SABTU, 17.08.13  05.15 WIB
DIRGAHAYU INDONESIA 68 TAHUN
POSONG, Gn. SINDORO, TEMANGGUNG, JAWA TENGAH
ALAP-ALAP PC

Minggu, 17 Maret 2013

Makalah Lembaga Politik



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik. Politik sendiri berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).[1]
Jika kita membahas dunia perpolitikan, memang tak ada habisnya, karena politik sendiri adalah salah satu cabang ilmu sosial yang sangat luas pembahasannya. Politik digunakan oleh seseorang untuk menguasai dan menjalankan roda pemerintahan suatu wilayah yang dikuasainya, umumnya negara. Dengan politik sang penguasa bisa mempengaruhi masyarakat, menguasai suatu wilayah serta menjalankan roda pemerintahannya.
Dalam menjalankan roda politik diperlukan suatu badan yang disebut dengan lembaga politik. Fungsi lembaga politik sendiri adalah menjalankan roda perpolitikan dengan menjalankan tugasnya semaksimal mungkin agar roda perpolitikkan dapat berjalan dengan lancar.
Dalam makalah yang telah kami susun ini, akan dibahas tentang lembaga politik beserta seluk beluknya dan apa yang bersangkutan dengan lembaga politik. Serta akan dibahas pula tentang kekuasaan, otoritas dan demokrasi
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud lembaga politik?
2.      Apa fungsi lembaga politik?
3.      Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan otoritas?
4.      Apa yang dimaksud dengan demokrasi?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Agar pembaca dapat lebih mengetahui tentang Lembaga politik
2.      Agar pembaca dapat lebih paham tentang fungsi dari lembaga politik
3.      Suapaya pembaca dapat mengerti tentang apa itu kekuasaan dan otoritas
4.      Supaya pembaca dapat lebih paham tentang demokrasi






BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Lembaga Politik
2.1.1 Pengertian Lembag politik
           Lembaga merupakan seperangkat norma, aturan perilaku yang dipakai menjadi kesepakatan bersama. Sedangkan politik adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.[2]
           Jadi kesimpulannya lembaga politik merupakan seperangkat norma yang di jadikan kesepakatan bersama yang juga menyangkut dalam bidang politik dan juga mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Tak lepas juga lembaga politik merupakan badan yang mengatur untuk memilih pemimpin yang berwibawa.
2.1.2 Pengertian Lembaga Politik Menurut Para Ahli
1. Kornblum: Lembaga politik adalah seperangkat norma dan status yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang.
2. Surbakti: Lembaga politik adalah pranata yang memegang monopoloi penggunaan paksaan fisik dalam suatu wilayah tertentu.
3.    Kamanto Soenarto: Lembaga politik adalah suatu badan yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Oleh karena itu, lembaga politik meliputi eksekutif, legislatif, yudikatif, keamanan dan pertahanan nasional, serta partai politik.
4. J.W.Schorel: Lembaga politik merupakan badan yang mengatur dan memelihara tata tertib dan untuk memilih pemimpin yang berwibawaan dan karismatik.[3]
2.2 Fungsi Lembaga Politik
2.2.1 Fungsi Umum Lembaga Politik
       Lembaga politik mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.         Membentuk norma-norma kenegaraan berupa undang-undang yang disusun oleh legeslatif.
2.        Melaksanakan norma yang telah disepakati bersama.
3.        Memberikan pelayanan kepada masyarakat baik dibidang pendidikan, kesehatan, kesejahterahan, keamanan dan lain sebagainya.
4.        Mempertahankan kedaulatan suatu negara dari serangan bangsa lain.
5.        Menumbuhkan kesiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan
bahaya.
6.        Menjalankan diplomasi untuk berhubungan dengan bangsa lain, dan lain
sebagainya.[4]
2.2.2 Fungsi Laten Fungsi Manifes Lembaga Politik

1.     Fungsi laten: Menciptakan stratifikasi politik, parpol sebagai saluran mobilitas.
2.     Fungsi manifes: Memelihara ketertiban wilayah, menjaga keamanan, melaksanakan kesejahteraan umum.[5]

2.3 Kekuasaan dan Otoritas
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.[6] Sedangkan otoritas sendiri adalah istilah yang sering digunakan dalam bidang pemerintahan yang artinya klaim legitimasi atau pembenaran hak untuk melakukan untuk menjalankan kekuasaan.[7]
Otoritas sering disamakan dengan istilah 'kekuasaan', padahal sebenarnya tidak sama, kekuasaan lebih mengacu pada kemampuan untuk memrintah seseorang yang orang lain tidak memiliki kemampuan itu.
2.4 Demokrasi
2.4.1 Pengertian Demokrasi
Istilah Demokrasi berasala dari bahasa  Yunani, demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti pemerintahan atau memerintah. Dengan demikian demokrasi berarti pemerintahan rakyat.[8] Jadi demokrasi adalah pemerintahan yang berasala dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

2.4.2 Macam-macam Demokrasi 
Berdasarkan titik Perhatian:
  1. Demokrasi Formal: menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang politik tanpa disertai upaya menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi.
  2. Demokrasi Material: Menciptakan persamaan sosial ekonomi (di negara sosial komunis).
  3. Demokrasi Campuran: menciptakan kesejahteraan rakyat dengan menempatkan persamaan hak setiap orang.
Berdasarkan Faham Ideologi
  1. Demokrasi Liberal: menekankan pada kebebasan dengan mengabaikan kepentingan umum, kekuasaan pemerintah terbatas dibatasi oleh undang-undang. Diterapkan di Amerika, Inggris.
  2. Demokrasi Proletar: bertujuan mensejahterakan rakyat, tidak mengenal kelas sosial, kekuasaan dipandang sebagai alat yang sah. Dipraktekkan di negara komunis Polandia Rusia.
  3. Demokrasi Pancasila: dijiwai dan didasari paham pancasila, ciri khas bersumber pada tata nilai sosial budaya bangsa.
Berdasarkan Penyaluran kehendak Rakyat 
  1. Demokrasi langsung: mengikutsertakan setiap warga negara dalam menentukan sesuatu urusan negara.
  2. Demokrasi tidak langsung: untuk menyalurkan kehendak rakyat melalui wakil yang duduk di parlemen, disebut juga demokrasi modern.
  3. Demokrasi perwakilan dengan sitem refrendum: rakyat memilih para wakilnya untuk duduk di parlemen tetapi parlemen di kontrol oleh pengaruh rakyat dengan sitem referendum.[9] 
2.4.3 Prinsip Demokrasi
A. Pemerintahan berdasarkan hukum, dengan syarat :
  1. Hukum yang tertinggi; negara beradasarkan hukum maka tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang.
  2. Persamaan di muka hukum; setipa warga negara mempunyai kedudukan yang sama di muka umum.
  3. Terjaminya hak manusia oleh undang-undang serta keputusan pengadilan.
B. Pembagian Kekuasaan
1         Montesqueeu yang mengatakan kekuasaan harus dipisahkan menjadi 3 bagian, yaitu : legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
2         Pengakuan dan Perlindungan HAM.
3         Peradilan yang bebas, artinya peradilan yang tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh kekuatan atau kekuasaan apapun.
C. Asas Open Management :
  1. Ikut serta rakyat dalam pemerintahan.
  2. Pertanggung jawaban pemerintah terhadap rakyat.
  3. Adanya dukungan dari rakyat terhadap pemerintah.
  4. Pengawasan dari rakyat terhadap pemerintah.

D.      Adanya partai politik.

E.       Adanya Pemilu.

F.        Adanya pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat.[10]



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpilan
            Politik adalah suatu alat yang digunakan dalam suatu pemerintahan. Tanpa adanya politik, suatu roda pemerintahan tidak akan pernah bisa dijalankan. Tetapi politik butuh suatu bentuk badan untuk mewadahinya, maka di bentuklah lembaga politik dengan fungsinya masing-masing.
            Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain agar tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Sedangkan otoritas sendiri adalah istilah yang sering digunakan dalam bidang pemerintahan yang artinya klaim legitimasi atau pembenaran hak untuk melakukan untuk menjalankan kekuasaan.
       Demokrasi sendiri adalah jenis dari paham suatu negara yang di dasari pada paham kerakyatan. Jadi demokrasi adalah pemerintahan yang berasala dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu, jika terjadi kesalahan dalam peulisan kata ataupun penyusunan kalimat dalam makalah ini, mohon pembaca dapat mengoreksi demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah ini dan karya ilmiah berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik (Diakses pada 06/03/2013 21:55)

http://sociology4all.co.cc/?p=111 (Diakses pada 05/03/2013 20:16)





[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Politik (Diakses pada 06/03/2013 21:55)
[4] http://sociology4all.co.cc/?p=111 (Diakses pada 05/03/2013 20:16)

Sabtu, 16 Maret 2013

Makalah Imigran Gelap di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Di masa sekarang ini, perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain adalah merupakan suatu hal yang biasa. Tekhnologi yang mendukung dan akses transportasi yang memadai serta adanya kepentingan individu lah yang mendasari perpindahan itu terjadi. Bahkan batas-batas geografis suatu negara terkadang terasa seperti tidak ada. Sekarang ini, dunia serasa menjadi satu dan batas-batas negara seolah hanya berada pada cerita-cerita pengantar tidur.[1] Salah satu contoh dari perpindahan itu ialah imigrasi. Imigrasi sendiri berarti perpindahan orang dari suatu negara ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh seseorang. Dan seseorang yang melakukan imigrasi disebut imigran. Imigran sendiri ketika memasuki wilayah suatu negara harus dengan cara yang sah dan harus mempunyai dokumen-dokumen yang sah pula untuk identitas dirinya. Jika tidak, maka ia akan dianggap sebagai imigran gelap.
Indonesia, sebagai negara kepulauan memang banyak memiliki celah yang dapat di manfaatkan para imigran gelap sebagai jalan akses masuk ke dalam wilayah negara kita. Para imigran gelap ini memang tidak serta merta mempunyai tujuan yang sama. Ada yang hanya transit di negara kita sebelum bertolak lagi menuju Australia, ada pula yang memang ingin tinggal di sini. Kebanyakan dari mereka juga datang dari negara yang mempunyai masalah. Mereka juga ingin mendapatkan kehidupan yang layak. Maka dari itu, dalam paper ini akan membahas masalah seputar imigran gelap.
Menanggapi masalah imigran gelap yang dewasa ini ramai terjadi di berbagai wilayah di dunia, khususnya di negara kita sendiri, Indonesia. Maka di buatlah paper tentang imigran gelap ini yang akan sedikit membahas tentang fenomena yang terjadi.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  HAM
2.1.1 Pengertian HAM
HAM adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dalam kaitannya dengan itu, maka HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan hak-hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan.
 Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.
Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.
2.1.2  Pengertian HAM Menurut Para Ahli
1. John Locke, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
2. Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
3. Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.[2]
2.1.2   Konsep Dan Implementasi Hak Asasi Manusia
Pada saat ini HAM telah menjadi issue global, yang tidak mungkin diabaikan dengan dalih apapun termasuk di Indonesia. Konsep dan implementasi HAM di setiap negara tidak mungkin sama, meskipun demikian sesungguhnya sifat dan hakikat HAM itu sama. Dalam hal ini, ada tiga konsep dan model pelaksanaan HAM di dunia yang dianggap mewakili, masing-masing di negara-negara Barat, Komunis-Sosialis dan ajaran Islam. Adanya HAM menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan menimbulkan pelanggaran HAM itu sendiri.[3]
2.1.3  HAM di Idonesia
Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Hak asasi manusia di Indonesia telah mengalami pasang surut sesudah dua periode (rezim orde lama dan orde baru). Reformasi berusaha lebih memajukan hak asasi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak hanya harus menghadapi pelanggaran hak secara vertikal, tetapi juga horizontal. Pelaksanaan hak politik mengalami kemajuan, tetapi pelaksanaan hak ekonomi masih belum dilaksanakan secara memuaskan.[4]
Tetapi di masa sekarang, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dan belum kondusifnya mekanisme penyelesaiannya, secara umum baik menyangkut perkembangan dan penegakkan HAM mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.



2.2  Imigrasi
2.2.1  Pengertian Imigrasi
Sebelum membahas persoalan lebih dalam, sebelumnya marilah kita membahas tentang pengertian dari imigrasi dahulu, lalu setelah itu kita akan membahas tentang apa itu imigran gelap dan sebagainya. Imigrasi adalah perpindahan orang dari suatu negara ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran, sedangkan turis dan pendatang untuk jangka waktu pendek tidak dianggap imigran. Walaupun demikian, migrasi pekerja musiman (umumnya untuk periode kurang dari satu tahun) sering dianggap sebagai bentuk imigrasi. PBB memperkirakan ada sekitar 190 juta imigran internasional pada tahun 2005, sekitar 3% dari populasi dunia. Sisanya tinggal di negara kelahiran mereka atau negara penerusnya.[5]
Imigrasi sendiri dalam pemetaan jenis-jenis perpindahan manusia masuk dalam kategori migrasi. Sedangkan proses migrasi sendiri sudah berlangsung sejak jaman dahulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia. Gerak perpindahan dari suku bangsa ke suku bangsa lainnya atau dari satu tempat ke tempat lainnya di muka bumi. Migrasi tentu juga akan menyebabkan terjadinya pertemuan antar manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Dengan bertemunya unsur kebudayaan yang berbeda-beda maka akan terjadi proses akulturasi.[6]
2.2.2   Faktor-Faktor yang menyebabkan Imigrasi
Berikut ini adalah beberapa faktor  yang menyebabkan manusia / orang pelakukan aktifitas migrasi :
1. Alasan Politik / Politis, Kondisi perpolitikan suatu daerah yang panas atau bergejolak akan membuat penduduk menjadi tidak betah atau kerasan tinggal di wilayah tersebut.
2. Alasan Sosial Kemasyarakatan, Adat-istiadat yang menjadi pedoman kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan seseorang harus bermigrasi ke tempat lain baik dengan paksaan maupun tidak. Seseorang yang dikucilkan dari suatu pemukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan migrasi.
3. Alasan Agama atau Kepercayaan, Adanya tekanan atau paksaan dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat dapat menyebabkan seseorang melakukan migrasi.
4. Alasan Ekonomi, Biasanya orang miskin atau golongan bawah yang mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke kota. Atau bisa juga kebalikan di mana orang  yang kaya pergi ke daerah untuk membangun atau berekspansi bisnis.
5. Alasan lain, Contohnya seperti alasan pendidikan, alasan tuntutan pekerjaan, alasan keluarga, alasan cinta, dan lain sebagainya.[7]






BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Imigran, Imigran Gelap, Pengungsi dan pencari Suaka
Pertama-tama kita perlu mengklarifikasi istilah imigran gelap.  Karena tidak semua pendatang tersebut datang dengan tujuan bermigrasi ke Indonesia.  Mereka yang datang dengan motif ekonomi atau mencari penghidupan yang lebih baik di negeri orang adalah dibedakan dengan mereka yang terusir atau terpaksa datang (forced migration) karena keamanannya terancam dan sulit bertahan tinggal di negaranya.   Mereka yang datang dengan motif ekonomi atau mencari penghidupan yang lebih baik adalah para imigran ataupun migran.
Imigran ada yang masuk ke suatu negeri secara resmi (terdaftar) dan ada pula yang tak terdaftar (unregistered/ undocumented).  Mereka yang terdaftar bisa masuk ke suatu negeri secara resmi (melalui pintu imigrasi resmi) dan terdaftar sebagai imigran resmi.  Ada juga yang masuk melalui pintu imigrasi resmi namun kemudian tidak kunjung keluar (overstay).  Jenis lainnya adalah yang masuk melalui pintu tidak resmi dan bertahan tinggal di negeri tersebut tanpa dokumen yang resmi.  Yang terakhir ini pantas disebut sebagai imigran gelap.
Ada juga istilah  pengungsi (refugees) dan pencari suaka (asylum seekers). Mereka adalah orang-orang yang bukan sengaja datang sebagai imigran dengan motif ekonomi.  Dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik, mereka terpaksa datang karena merasa terancam di negeri asalnya dan ingin mencari tempat yang lebih aman di negeri lain.  Konvensi Status Pengungsi 1951 (Convention Relating to the  Status of Refugee) menyebutkan bahwa pengungsi adalah mereka yang mengungsi ke negeri lain karena takut akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan (persecution) yang terjadi atas dasar perbedaan suku, agama, ras, etnis, golongan sosial, keyakinan politik , kelompok kepentingan, dan lain-lain.  Pengungsi ada yang bertahan sementara di negeri lain untuk kemudian kembali ke negerinya.  Ada pula yang mengajukan suaka (asylum) ke negeri lain karena telah hilang harapan terhadap keamanan dirinya di negeri asalnya.  Merekalah yang kemudian disebut sebagai pencari suaka (asylum seeker).  Mereka yang terpaksa hijrah dari daerah tempat tinggalnya entah karena konflik sosial maupun bencana alam namun tidak meninggalkan batas-batas negerinya tidaklah disebut sebagai pengungsi, melainkan Internally Displaced Persons.
3.2  Imigran Gelap dan Indonesia Sebagai Negara Transit
Menurut catatan Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UN High Commissioner for Refugees) tahun 2010 jumlah pengungsi  di dunia adalah sekitar 43.3 juta juta dimana 27.1 di antaranya adalah Internally Displaced Persons dan 15.2 juta jiwa adalah pengungsi (lintas negara).  Negeri asal pengungsi yang terbanyak adalah berturut-turut Afghanistan, Irak, Somalia, Burma, Colombia, Vietnam, Eritrea, China, Sri Lanka, Turkey dan Angola.  Sedangkan negeri tujuan pengungsi, ataupun yang kemudian menerima para pengungsi adalah Amerika Serikat, Canada, Australia, New Zealand, Netherlands, Denmark dan negara-negara Scandinavia (Swedia, Finlandia dan Norwegia).
Indonesia sendiri tidak tergolong sebagai negeri tujuan pengungsian.  Walaupun Indonesia pernah berpartisipasi dengan menyediakan Pulau Galang di Kepulauan Riau sebagai penampungan pengungsi asal Vietnam dan Cambodia (tahun 1979 – 1996) atas mandat dari PBB (UNHCR).  Disamping Pulau Galang, pulau lain seperti Natuna, Tarempa dan Anambas juga menjadi tempat transit dan pemprosesan manusia perahu.
Posisi Indonesia saat ini lebih dikenal sebagai negeri transit pengungsi dari negeri Asia lain yang akan menuju Australia.  Pengungsi yang menjadikan Indonesia sebagai negeri transit datang dari Irak, Afghanistan, Sri Lanka maupun Burma (etnis Rohingya).   Kebanyakan pengungsi datang dengan menggunakan jalur laut (sebagai manusia perahu) dan memilih pantai selatan Jawa hingga ke Nusa Tenggara sebagai tempat bertolak menuju Australia.
Dan Jawa Barat selatan adalah salah satu tempat bertolak paling ideal. Disamping karena merupakan titik terdekat menuju Pantai Chrismas Australia,  juga karena pantai selatannya begitu panjang.  Ideal bagi para mafia penyelundup manusia untuk berkelit dari otoritas keamanan laut.  Sejatinya bukan hanya Jawa Barat. Rute lainnya adalah pantai selatan Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB hingga NTT.  Indonesia sudah sejak lama menjadi negeri pilihan untuk transit menuju negeri idaman, Australia atau Selandia Baru.  Tak sekedar transit,  banyak oknum WNI yang ternyata turut memfasilitasi imigrasi gelap tersebut atau biasa disebut dengan penyelundup manusia (human smuggler).
Sebelum kasus tahun 2011-2012, salah satu kasus yang terkenal adalah Tampa Incident Agustus 2001.  Ketika itu sekitar 438 pengungsi Afghanistan terdampar di tengah laut internasional beberapa puluh kilomer dari Pulau Christmas.  Mereka menumpang kapal Indonesia Palapa 1 yang berperan selaku penyelundup manusia dengan bayaran tertentu.  Mereka kemudian ditolong kapal MV Tampa yang berbendera Norwegia yang sedang berlayar di daerah tersebut.  Sayangnya, otoritas Australia kemudian menolak menerima mereka di tanah Australia dan mengirim para manusia perahu tersebut ke negara Nauru untuk ditahan sementara dan diproses klaim suaka-nya. Terkait dengan begitu banyaknya kasus imigran gelap dan pengungsi/ pencari suaka yang menjadikan Indonesia sebagai negera transit, sejauh manakah peran dan tanggungjawab negara dan pemerintah daerah dalam menanggulanginya?
3.3  HAM Untuk Imigran Gelap di Indonesia
Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki HAM yang telah mereka bawa sejak mereka di lahirkan. HAM adalah hak-hak yang memang seharusnya di dapat oleh setiap individu dimanapun mereka berada. Akan tetapi, setiap individu juga harus memenuhi tugas dan kewajibannya dahulu sebelum menuntut hak-hak mereka. Tak terkecuali bagi mereka para imigran gelap yang masuk ke Indonesia. Walaupun memang sebenarnya mereka telah melanggar hukum di Indonesia, dengan masuk ke dalam wilayah Indonesia secara ilegal dan tanpa dokumen yang lengkap. Bahkan, banyak dari para imigran gelap itu yang tinggal dan sudah menetap lama di berbagai wilayah di Indonesia ini.
Sebenarnya, imigran gelap yang ada di Indonesia tidak hanya mereka yang memang masuk secara ilegal untuk menetap disini atau memang sudah tinggal lama disini namun tidak punya dokumen lengkap tentang diri mereka.
Para pengungsi dari negara lain dan para pencari suaka yang masuk secara ilegal ke wilayah negara ini juga di kategorikan sebagai imigran gelap. Mereka bukannya tanpa balasan menjadi imigran gelap, selain karena takut akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan (persecution) yang terjadi atas dasar perbedaan suku, agama, ras, etnis, golongan sosial, keyakinan politik , kelompok kepentingan, dan lain-lain, mungkin mereka juga telah hilang harapan terhadap keamanan dirinya di negeri asalnya. Itulah yang mendasari mereka untuk mencari kehidupan lain yang lebih layak walaupun cara yang mereka tempuh salah.
Walaupun imigran gelap jelas-jelas menyalahi aturan yang ada di Indonesia, tapi mereka juga mempunyai hak asasi yang patut di pertimbangkan oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah tidak boleh langsung memberi hukuman atau langsung mendeportasi para imigran gelap. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan keberlangsungan hidup para imigran gelap dan tentunya mempertimbangkan hak asasi mereka.
Tetapi di indonesia sendiri dalam penanganan imigran gelap memang sangat menjunjung tinggi HAM yang berlaku. Buktinya para imigran gelap yang tertangkap di perlakukan secara baik. Malah, mereka terkesan betah dengan perlakuan pihak negara kita. Dibandingkan negara-negara lain, dalam penanganan imigran gelap, memang negara kita lah yang paling unggul. Di Indonesia Ham untuk imigran gelap memang ditegakkan dengan adil.


3.4  Peran Indonesia Dalam Menangani Imigran Gelap
Indonesia sampai saat ini belum menjadi anggota (party) dari Konvensi Pengungsi 1951 maupun Protokol 1967 dan juga tidak mempunyai mekanisme penentuan status pengungsi. Oleh karena itu, selama ini Badan PBB yang mengurusi pengungsi (UNHCR) –lah yang memproses sendiri setiap permohonan status pengungsi di Indonesia dengan dibantu badan internasional lain seperti International Organization for Migration (IOM).
Bagi mereka yang ternyata memang pengungsi, UNHCR berupaya mencarikan solusi yang berkelanjutan baginya, yang biasanya berupa pemukiman kembali ke negara lain untuk mana UNHCR bekerja sama erat dengan negara-negara tujuan. Per tanggal 1 Mei 2009 terdapat sekitar 439 orang yang diakui sebagai pengungsi, 821 orang pencari suaka dan 26 orang lainnya yang menjadi perhatian UNHCR di Indonesia (Arwan, 2012).
Kendati belum menjadi pihak dari Konvensi Pengungsi 1951, pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah selama ini telah mendukung proses-proses suaka tersebut dengan mengijinkan pencari suaka masuk ke wilayah Indonesia, merujuk para pencari suaka ke UNHCR, dan mengijinkan para pengungsi untuk tinggal di Indonesia sementara menunggu diperolehnya solusi yang berkelanjutan.  Contoh terakhir adalah bagaimana  rakyat Aceh dan pemerintah Indonesia bersedia menampung sementara pencari suaka Rohingya dari Myanmar yang terusir oleh rezim junta militer Myanmar dan dianggap sebagai tak punya kewarganegaraan (stateless persons).
Tindakan pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah ini patut dipuji. Ini adalah implementasi dari asas non refoulement dalam Konvensi Pengungsi 1951  (tidak mengusir/ memulangkan kembali ke negeri asal apabila kondisi negerinya masih tidak kondusif). Langkah berikutnya adalah membantu pemprosesan status para pengungsi tersebut dan tidak sekali-sekali melakukan kekerasan terhadap mereka dalam segala bentuknya.
Namun,  itu saja tidak cukup. Pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah dengan dukungan TNI/PORI juga harus mencegah dan menindak keras para penyelundup manusia asal Indonesia yang mengambil keuntungan dari penderitaan para pencari suaka dengan cara memfasilitasi,  memberikan transportasi, dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan cara menipu, mengantarkan orang ke negeri lain melalui cara tidak resmi yang sekaligus melanggar hukum.  Apalagi,  Indonesia telah menjadi pihak (party) dari Konvensi PBB tentang Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi  (UN Convention Against Transnational Organized Crime 2000) dengan meratifikasinya sejak April 2009 melalui UU No. 5 tahun 2009.
Terakhir, adalah satu otokritik untuk Indonesia dan negeri-negeri  berpenduduk muslim lainnya, termasuk bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).  Negeri asal pengungsi terbesar adalah negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim seperti Afghanistan, Irak, Somalia, Sudan dan Turkey.  Namun sebagian besar pengungsi justru tidak ingin mencari suaka di negeri muslim.  Kalaupun mereka pergi ke negeri muslim hanyalah sekedar transit untuk kemudian menuju negeri –negeri barat seperti AS dan Canada, Australia dan New Zealand, serta ke negara-negara Eropa.[8] 





BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Imigran gelap memang persoalan yang sangat kompleks. Di satu sisi, imigran gelap memang harus di tangani secepatnya dan para imigran gelap harus diberi sanksi ataupun hukuman. Namun, di sisi lain, kita juga harus menolong dan memperhatikan kondisi mereka yang memang memprihatinkan.
Mereka masuk ke Indonesia dengan berbagai cara. Para imigran gelap yang datang ke Indonesia ini memang tidak seluruhnya bertujuan untuk menetap di Indonesia, seperti yang telah di jelaskan, sebagian dari mereka datang untuk mengungsi atau pun mencari suaka demi keberlangsungan hidup mereka. Namun ada juga yang hanya singgah untuk transit sebelum bertolak lagi menuju  Australia. Untuk menghadapi masalah imigran gelap yang semakin banyak di Indonesia ini, pemerintah harus  lebih memperketat sistem pengamanan Negara. Khususnya di sektor laut, karena kebanyakan dari imigran gelap yang masuk melalui jalur ini.
Penegakkan HAM untuk imigran gelap yang tertangkap pun juga sudah baik. Pemerintah harus bekerjasama dengan organisasi dunia seperti UNHCR dalam menangani masalah imigran gelap ini, karena bukan tidak mungkin pemerintah akan kuwalahan dengan banyaknya kasus imigran gelap yang masuk ke wilayah negara kita. Walaupun pemerintah harus bertindak tegas dalam menghukum para imigran gelap, tetapi pemerintah juga memperhatikan hak asasi yang di miliki oleh para imigran gelap.
4.2  Kritik dan Saran
Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu, jika terjadi kesalahan dalam peulisan kata ataupun penyusunan kalimat dalam karya ilmiah ini, mohon pembaca dapat mengoreksi demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah ini dan karya ilmiah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat, Dadang. 1996. Biduk Kebangsaan di Tengah Arus Globalisasi. Citra Haji Masagung: Jakarta
Budiardjo, Miriam. 2008.  Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Koenttjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Ineka Cipta : Jakarta

/http://herususetyo.com/category/pieces-of-thought/  (Diakses tangga 28/11/12 20:08 )




[1] Rachmat, Dadang. “Biduk Kebangsaan di Tengah Arus Globalisasi. Halm. 29
[4] Budiardjo, Miriam. “Dasar-dasar Ilmu Politik” Hal. 247
[6] Koentjaraningrat. “Pengantar Ilmu Antropologi”. Halm. 202
[8] http://herususetyo.com/category/pieces-of-thought/  (Diakses tangga 28/11/12 20:08 )