BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Di
masa sekarang ini, perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain
adalah merupakan suatu hal yang biasa. Tekhnologi yang mendukung dan akses
transportasi yang memadai serta adanya kepentingan individu lah yang mendasari
perpindahan itu terjadi. Bahkan batas-batas geografis suatu negara terkadang
terasa seperti tidak ada. Sekarang ini, dunia serasa menjadi satu dan
batas-batas negara seolah hanya berada pada cerita-cerita pengantar tidur.[1] Salah
satu contoh dari perpindahan itu ialah imigrasi. Imigrasi sendiri berarti perpindahan
orang dari suatu negara ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga
negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan
oleh seseorang. Dan seseorang yang melakukan imigrasi disebut imigran. Imigran
sendiri ketika memasuki wilayah suatu negara harus dengan cara yang sah dan
harus mempunyai dokumen-dokumen yang sah pula untuk identitas dirinya. Jika
tidak, maka ia akan dianggap sebagai imigran gelap.
Indonesia,
sebagai negara kepulauan memang banyak memiliki celah yang dapat di manfaatkan
para imigran gelap sebagai jalan akses masuk ke dalam wilayah negara kita. Para
imigran gelap ini memang tidak serta merta mempunyai tujuan yang sama. Ada yang
hanya transit di negara kita sebelum bertolak lagi menuju Australia, ada pula
yang memang ingin tinggal di sini. Kebanyakan dari mereka juga datang dari
negara yang mempunyai masalah. Mereka juga ingin mendapatkan kehidupan yang
layak. Maka dari itu, dalam paper ini akan membahas masalah seputar imigran
gelap.
Menanggapi
masalah imigran gelap yang dewasa ini ramai terjadi di berbagai wilayah di
dunia, khususnya di negara kita sendiri, Indonesia. Maka di buatlah paper
tentang imigran gelap ini yang akan sedikit membahas tentang fenomena yang
terjadi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
HAM
2.1.1 Pengertian HAM
HAM adalah hak-hak yang telah
dipunyai seseorang
sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dalam kaitannya dengan
itu, maka HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan
hak-hak yang sebelumnya termuat, misal, dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM
yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak
berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan
kenegaraan.
Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak
bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan
kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada
tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM
pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing
sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah
untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki
warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai
manusia.
Alasan di
atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu
hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila
komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM
di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam
perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan
mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang
sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah
umat manusia sendiri.
2.1.2 Pengertian HAM Menurut Para Ahli
1. John Locke, Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1
angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM).
2.
Jack Donnely, hak asasi manusia
adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat
manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia.
3.
Meriam Budiardjo, berpendapat
bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh
dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa,
ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.[2]
2.1.2 Konsep Dan Implementasi Hak Asasi Manusia
Pada saat ini
HAM telah menjadi issue global, yang tidak mungkin diabaikan dengan dalih
apapun termasuk di Indonesia. Konsep dan implementasi HAM di setiap negara
tidak mungkin sama, meskipun demikian sesungguhnya sifat dan hakikat HAM itu
sama. Dalam hal ini, ada tiga konsep dan model pelaksanaan HAM di dunia yang
dianggap mewakili, masing-masing di negara-negara Barat, Komunis-Sosialis dan
ajaran Islam. Adanya HAM menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di
mana keduanya berjalan secara paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan menimbulkan pelanggaran HAM itu
sendiri.[3]
2.1.3
HAM di Idonesia
Dasar-dasar
HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration
of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945
Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Hak
asasi manusia di Indonesia telah mengalami pasang surut sesudah dua periode
(rezim orde lama dan orde baru). Reformasi berusaha lebih memajukan hak asasi.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak hanya harus menghadapi pelanggaran hak
secara vertikal, tetapi juga horizontal. Pelaksanaan hak politik mengalami
kemajuan, tetapi pelaksanaan hak ekonomi masih belum dilaksanakan secara
memuaskan.[4]
Tetapi di
masa sekarang, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di
Indonesia dan belum kondusifnya mekanisme penyelesaiannya, secara umum baik
menyangkut perkembangan dan penegakkan HAM mulai menampakkan tanda-tanda
kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan
perundang-undangan serta dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan
berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.
2.2
Imigrasi
2.2.1 Pengertian Imigrasi
Sebelum
membahas persoalan lebih dalam, sebelumnya marilah kita membahas tentang pengertian
dari imigrasi dahulu, lalu setelah itu kita akan membahas tentang apa itu
imigran gelap dan sebagainya. Imigrasi adalah perpindahan orang dari suatu negara
ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada
perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran, sedangkan turis
dan pendatang untuk jangka waktu pendek tidak dianggap imigran. Walaupun
demikian, migrasi pekerja musiman (umumnya untuk periode kurang dari satu
tahun) sering dianggap sebagai bentuk imigrasi. PBB memperkirakan ada sekitar
190 juta imigran internasional pada tahun 2005, sekitar 3% dari populasi dunia.
Sisanya tinggal di negara kelahiran mereka atau negara penerusnya.[5]
Imigrasi
sendiri dalam pemetaan jenis-jenis perpindahan manusia masuk dalam kategori
migrasi. Sedangkan proses migrasi sendiri sudah berlangsung sejak jaman dahulu
kala dalam sejarah kebudayaan manusia. Gerak perpindahan dari suku bangsa ke
suku bangsa lainnya atau dari satu tempat ke tempat lainnya di muka bumi.
Migrasi tentu juga akan menyebabkan terjadinya pertemuan antar manusia dengan
kebudayaan yang berbeda-beda. Dengan bertemunya unsur kebudayaan yang
berbeda-beda maka akan terjadi proses akulturasi.[6]
2.2.2 Faktor-Faktor
yang menyebabkan Imigrasi
Berikut ini
adalah beberapa faktor yang menyebabkan
manusia / orang pelakukan aktifitas migrasi :
1. Alasan Politik / Politis,
Kondisi perpolitikan suatu daerah yang panas atau bergejolak akan membuat
penduduk menjadi tidak betah atau kerasan tinggal di wilayah tersebut.
2. Alasan Sosial Kemasyarakatan,
Adat-istiadat yang menjadi pedoman kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan
seseorang harus bermigrasi ke tempat lain baik dengan paksaan maupun tidak.
Seseorang yang dikucilkan dari suatu pemukiman akan dengan terpaksa melakukan
kegiatan migrasi.
3. Alasan Agama atau
Kepercayaan, Adanya tekanan atau paksaan dari suatu ajaran agama untuk
berpindah tempat dapat menyebabkan seseorang melakukan migrasi.
4. Alasan Ekonomi, Biasanya
orang miskin atau golongan bawah yang mencoba mencari peruntungan dengan
melakukan migrasi ke kota. Atau bisa juga kebalikan di mana orang yang kaya pergi ke daerah untuk membangun atau
berekspansi bisnis.
5. Alasan lain, Contohnya
seperti alasan pendidikan, alasan tuntutan pekerjaan, alasan keluarga, alasan
cinta, dan lain sebagainya.[7]
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Imigran, Imigran Gelap, Pengungsi dan pencari
Suaka
Pertama-tama kita perlu
mengklarifikasi istilah imigran gelap. Karena tidak semua pendatang
tersebut datang dengan tujuan bermigrasi ke Indonesia. Mereka yang datang
dengan motif ekonomi atau mencari penghidupan yang lebih baik di negeri orang
adalah dibedakan dengan mereka yang terusir atau terpaksa datang (forced
migration) karena keamanannya terancam dan sulit bertahan tinggal di
negaranya. Mereka yang datang dengan motif ekonomi atau mencari
penghidupan yang lebih baik adalah para imigran ataupun migran.
Imigran ada yang masuk ke suatu
negeri secara resmi (terdaftar) dan ada pula yang tak terdaftar (unregistered/
undocumented). Mereka yang terdaftar bisa masuk ke suatu negeri secara
resmi (melalui pintu imigrasi resmi) dan terdaftar sebagai imigran resmi.
Ada juga yang masuk melalui pintu imigrasi resmi namun kemudian tidak kunjung
keluar (overstay). Jenis lainnya adalah yang masuk melalui pintu tidak
resmi dan bertahan tinggal di negeri tersebut tanpa dokumen yang resmi.
Yang terakhir ini pantas disebut sebagai imigran gelap.
Ada juga istilah pengungsi (refugees) dan pencari suaka (asylum
seekers). Mereka adalah orang-orang yang bukan sengaja datang sebagai imigran
dengan motif ekonomi. Dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik, mereka
terpaksa datang karena merasa terancam di negeri asalnya dan ingin mencari
tempat yang lebih aman di negeri lain. Konvensi Status Pengungsi 1951
(Convention Relating to the Status of Refugee) menyebutkan bahwa
pengungsi adalah mereka yang mengungsi ke negeri lain karena takut akan
penyiksaan atau ancaman penyiksaan (persecution) yang terjadi atas dasar
perbedaan suku, agama, ras, etnis, golongan sosial, keyakinan politik ,
kelompok kepentingan, dan lain-lain. Pengungsi ada yang bertahan sementara
di negeri lain untuk kemudian kembali ke negerinya. Ada pula yang
mengajukan suaka (asylum) ke negeri lain karena telah hilang harapan terhadap
keamanan dirinya di negeri asalnya. Merekalah yang kemudian disebut
sebagai pencari suaka (asylum seeker). Mereka yang terpaksa hijrah dari
daerah tempat tinggalnya entah karena konflik sosial maupun bencana alam namun
tidak meninggalkan batas-batas negerinya tidaklah disebut sebagai pengungsi,
melainkan Internally Displaced Persons.
3.2 Imigran Gelap dan Indonesia Sebagai Negara
Transit
Menurut catatan Badan PBB untuk
Urusan Pengungsi (UN High Commissioner for Refugees) tahun 2010 jumlah
pengungsi di dunia adalah sekitar 43.3 juta juta dimana 27.1 di antaranya
adalah Internally Displaced Persons dan 15.2 juta jiwa adalah pengungsi
(lintas negara). Negeri asal pengungsi yang terbanyak adalah
berturut-turut Afghanistan, Irak, Somalia, Burma, Colombia, Vietnam, Eritrea,
China, Sri Lanka, Turkey dan Angola. Sedangkan negeri tujuan pengungsi,
ataupun yang kemudian menerima para pengungsi adalah Amerika Serikat, Canada,
Australia, New Zealand, Netherlands, Denmark dan negara-negara Scandinavia
(Swedia, Finlandia dan Norwegia).
Indonesia sendiri tidak tergolong
sebagai negeri tujuan pengungsian. Walaupun Indonesia pernah
berpartisipasi dengan menyediakan Pulau Galang di Kepulauan Riau sebagai
penampungan pengungsi asal Vietnam dan Cambodia (tahun 1979 – 1996) atas mandat
dari PBB (UNHCR). Disamping Pulau Galang, pulau lain seperti Natuna,
Tarempa dan Anambas juga menjadi tempat transit dan pemprosesan manusia perahu.
Posisi Indonesia saat ini lebih
dikenal sebagai negeri transit pengungsi dari negeri Asia lain yang akan menuju
Australia. Pengungsi yang menjadikan Indonesia sebagai negeri transit
datang dari Irak, Afghanistan, Sri Lanka maupun Burma (etnis
Rohingya). Kebanyakan pengungsi datang dengan menggunakan jalur
laut (sebagai manusia perahu) dan memilih pantai selatan Jawa hingga ke Nusa
Tenggara sebagai tempat bertolak menuju Australia.
Dan Jawa Barat selatan adalah salah
satu tempat bertolak paling ideal. Disamping karena merupakan titik terdekat
menuju Pantai Chrismas Australia, juga karena pantai selatannya begitu
panjang. Ideal bagi para mafia penyelundup manusia untuk berkelit dari
otoritas keamanan laut. Sejatinya bukan hanya Jawa Barat. Rute lainnya
adalah pantai selatan Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB hingga NTT.
Indonesia sudah sejak lama menjadi negeri pilihan untuk transit menuju negeri
idaman, Australia atau Selandia Baru. Tak sekedar transit, banyak
oknum WNI yang ternyata turut memfasilitasi imigrasi gelap tersebut atau biasa
disebut dengan penyelundup manusia (human smuggler).
Sebelum kasus tahun 2011-2012, salah
satu kasus yang terkenal adalah Tampa Incident Agustus 2001.
Ketika itu sekitar 438 pengungsi Afghanistan terdampar di tengah laut
internasional beberapa puluh kilomer dari Pulau Christmas. Mereka
menumpang kapal Indonesia Palapa 1
yang berperan selaku penyelundup manusia dengan bayaran tertentu. Mereka
kemudian ditolong kapal MV Tampa yang berbendera Norwegia yang sedang berlayar
di daerah tersebut. Sayangnya, otoritas Australia kemudian menolak
menerima mereka di tanah Australia dan mengirim para manusia perahu tersebut ke
negara Nauru untuk ditahan sementara dan diproses klaim suaka-nya. Terkait
dengan begitu banyaknya kasus imigran gelap dan pengungsi/ pencari suaka yang
menjadikan Indonesia sebagai negera transit, sejauh manakah peran dan
tanggungjawab negara dan pemerintah daerah dalam menanggulanginya?
3.3 HAM Untuk
Imigran Gelap di Indonesia
Setiap manusia di dunia ini pasti
memiliki HAM yang telah mereka bawa sejak mereka di lahirkan. HAM adalah
hak-hak yang memang seharusnya di dapat oleh setiap individu dimanapun mereka
berada. Akan tetapi, setiap individu juga harus memenuhi tugas dan kewajibannya
dahulu sebelum menuntut hak-hak mereka. Tak terkecuali bagi mereka para imigran
gelap yang masuk ke Indonesia. Walaupun memang sebenarnya mereka telah
melanggar hukum di Indonesia, dengan masuk ke dalam wilayah Indonesia secara
ilegal dan tanpa dokumen yang lengkap. Bahkan, banyak dari para imigran gelap
itu yang tinggal dan sudah menetap lama di berbagai wilayah di Indonesia ini.
Sebenarnya, imigran gelap yang ada
di Indonesia tidak hanya mereka yang memang masuk secara ilegal untuk menetap
disini atau memang sudah tinggal lama disini namun tidak punya dokumen lengkap
tentang diri mereka.
Para pengungsi dari negara lain dan
para pencari suaka yang masuk secara ilegal ke wilayah negara ini juga di
kategorikan sebagai imigran gelap. Mereka bukannya tanpa balasan menjadi
imigran gelap, selain karena takut akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan
(persecution) yang terjadi atas dasar perbedaan suku, agama, ras, etnis,
golongan sosial, keyakinan politik , kelompok kepentingan, dan lain-lain,
mungkin mereka juga telah hilang harapan terhadap keamanan dirinya di negeri
asalnya. Itulah yang mendasari mereka untuk mencari kehidupan lain yang lebih
layak walaupun cara yang mereka tempuh salah.
Walaupun
imigran gelap jelas-jelas menyalahi aturan yang ada di Indonesia, tapi mereka
juga mempunyai hak asasi yang patut di pertimbangkan oleh pemerintah Indonesia.
Pemerintah tidak boleh langsung memberi hukuman atau langsung mendeportasi para
imigran gelap. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan keberlangsungan hidup
para imigran gelap dan tentunya mempertimbangkan hak asasi mereka.
Tetapi di
indonesia sendiri dalam penanganan imigran gelap memang sangat menjunjung
tinggi HAM yang berlaku. Buktinya para imigran gelap yang tertangkap di
perlakukan secara baik. Malah, mereka terkesan betah dengan perlakuan pihak
negara kita. Dibandingkan negara-negara lain, dalam penanganan imigran gelap,
memang negara kita lah yang paling unggul. Di Indonesia Ham untuk imigran gelap
memang ditegakkan dengan adil.
3.4 Peran Indonesia Dalam Menangani Imigran Gelap
Indonesia sampai saat ini belum
menjadi anggota (party) dari Konvensi Pengungsi 1951 maupun Protokol 1967 dan
juga tidak mempunyai mekanisme penentuan status pengungsi. Oleh karena itu,
selama ini Badan PBB yang mengurusi pengungsi (UNHCR) –lah yang memproses
sendiri setiap permohonan status pengungsi di Indonesia dengan dibantu badan
internasional lain seperti International Organization for Migration (IOM).
Bagi mereka yang ternyata memang
pengungsi, UNHCR berupaya mencarikan solusi yang berkelanjutan baginya, yang
biasanya berupa pemukiman kembali ke negara lain untuk mana UNHCR bekerja sama
erat dengan negara-negara tujuan. Per tanggal 1 Mei 2009 terdapat sekitar 439
orang yang diakui sebagai pengungsi, 821 orang pencari suaka dan 26 orang
lainnya yang menjadi perhatian UNHCR di Indonesia (Arwan, 2012).
Kendati belum menjadi pihak dari
Konvensi Pengungsi 1951, pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah selama ini
telah mendukung proses-proses suaka tersebut dengan mengijinkan pencari suaka
masuk ke wilayah Indonesia, merujuk para pencari suaka ke UNHCR, dan
mengijinkan para pengungsi untuk tinggal di Indonesia sementara menunggu diperolehnya
solusi yang berkelanjutan. Contoh terakhir adalah bagaimana rakyat
Aceh dan pemerintah Indonesia bersedia menampung sementara pencari suaka
Rohingya dari Myanmar yang terusir oleh rezim junta militer Myanmar dan
dianggap sebagai tak punya kewarganegaraan (stateless persons).
Tindakan pemerintah Indonesia dan
pemerintah daerah ini patut dipuji. Ini adalah implementasi dari asas non
refoulement dalam Konvensi Pengungsi 1951 (tidak mengusir/
memulangkan kembali ke negeri asal apabila kondisi negerinya masih tidak
kondusif). Langkah berikutnya adalah membantu pemprosesan status para pengungsi
tersebut dan tidak sekali-sekali melakukan kekerasan terhadap mereka dalam
segala bentuknya.
Namun, itu saja tidak cukup.
Pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah dengan dukungan TNI/PORI juga harus
mencegah dan menindak keras para penyelundup manusia asal Indonesia yang
mengambil keuntungan dari penderitaan para pencari suaka dengan cara
memfasilitasi, memberikan transportasi, dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan
cara menipu, mengantarkan orang ke negeri lain melalui cara tidak resmi yang
sekaligus melanggar hukum. Apalagi, Indonesia telah menjadi pihak
(party) dari Konvensi PBB tentang Anti Kejahatan Transnasional yang
Terorganisasi (UN Convention Against Transnational Organized Crime 2000)
dengan meratifikasinya sejak April 2009 melalui UU No. 5 tahun 2009.
Terakhir, adalah satu otokritik
untuk Indonesia dan negeri-negeri berpenduduk muslim lainnya, termasuk
bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Negeri asal
pengungsi terbesar adalah negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim seperti
Afghanistan, Irak, Somalia, Sudan dan Turkey. Namun sebagian besar
pengungsi justru tidak ingin mencari suaka di negeri muslim. Kalaupun
mereka pergi ke negeri muslim hanyalah sekedar transit untuk kemudian menuju
negeri –negeri barat seperti AS dan Canada, Australia dan New Zealand, serta ke
negara-negara Eropa.[8]
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Imigran
gelap memang persoalan yang sangat kompleks. Di satu sisi, imigran gelap memang
harus di tangani secepatnya dan para imigran gelap harus diberi sanksi ataupun
hukuman. Namun, di sisi lain, kita juga harus menolong dan memperhatikan
kondisi mereka yang memang memprihatinkan.
Mereka
masuk ke Indonesia dengan berbagai cara. Para imigran gelap yang datang ke
Indonesia ini memang tidak seluruhnya bertujuan untuk menetap di Indonesia,
seperti yang telah di jelaskan, sebagian dari mereka datang untuk mengungsi
atau pun mencari suaka demi keberlangsungan hidup mereka. Namun ada juga yang
hanya singgah untuk transit sebelum bertolak lagi menuju Australia. Untuk menghadapi masalah imigran
gelap yang semakin banyak di Indonesia ini, pemerintah harus lebih memperketat sistem pengamanan Negara.
Khususnya di sektor laut, karena kebanyakan dari imigran gelap yang masuk
melalui jalur ini.
Penegakkan
HAM untuk imigran gelap yang tertangkap pun juga sudah baik. Pemerintah harus
bekerjasama dengan organisasi dunia seperti UNHCR dalam menangani masalah
imigran gelap ini, karena bukan tidak mungkin pemerintah akan kuwalahan dengan
banyaknya kasus imigran gelap yang masuk ke wilayah negara kita. Walaupun
pemerintah harus bertindak tegas dalam menghukum para imigran gelap, tetapi
pemerintah juga memperhatikan hak asasi yang di miliki oleh para imigran gelap.
4.2 Kritik dan Saran
Karya
ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu, jika terjadi kesalahan
dalam peulisan kata ataupun penyusunan kalimat dalam karya ilmiah ini, mohon
pembaca dapat mengoreksi demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah ini dan
karya ilmiah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat, Dadang. 1996. Biduk Kebangsaan di Tengah Arus Globalisasi.
Citra Haji Masagung: Jakarta
http://mugetsuryan.blogspot.com/2012/06/definisi-ham-hak-asasi-manusia-menurut.html
(Diakses pada 28/11/12 23:04)
http://jakaroni.wordpress.com/2011/03/16/implementasi-hak-asasi-manusia-di-indonesia-2/
(Diakses pada 03/12/12 19:30 )
Budiardjo, Miriam.
2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
http://bukanimigrasi.blogspot.com/2010/05/pengertian-imigrasi.html
(Diakses tangga 28/11/12 20:08
Koenttjaraningrat.
2009. Pengantar Ilmu Antropologi.
Ineka Cipta : Jakarta
http://organisasi.org/penyebab_atau_alasan_terjadinya_migrasi_atau_perpindahan_penduduk_desa_kota_negara_dan_lain_lain_geografi
(Diakses pada 28/11/12 23:19)
[1] Rachmat,
Dadang. “Biduk Kebangsaan di Tengah Arus
Globalisasi”. Halm. 29
[2]
http://mugetsuryan.blogspot.com/2012/06/definisi-ham-hak-asasi-manusia-menurut.html
(Diakses pada 28/11/12 23:04)
[3]
http://jakaroni.wordpress.com/2011/03/16/implementasi-hak-asasi-manusia-di-indonesia-2/ (Diakses pada
03/12/12 19:30 )
[4]
Budiardjo, Miriam. “Dasar-dasar Ilmu Politik” Hal. 247
[5]
http://bukanimigrasi.blogspot.com/2010/05/pengertian-imigrasi.html (Diakses tangga 28/11/12 20:08 )
[6]
Koentjaraningrat. “Pengantar Ilmu
Antropologi”. Halm. 202
thanks yaa lumayan buat bantu2 tugas :D
BalasHapusmakasih,,,, izin copy paste
BalasHapusthanks ya bro
BalasHapusApabila ada yg mau tanya info mengenai IG (imigran gelap) bisa email ke yuarfery@gmail.com
BalasHapusApabila ada yg mau tanya info mengenai IG (imigran gelap) bisa email ke yuarfery@gmail.com
BalasHapus